Soal Eksekusi Hukuman Mati, Jokowi: Jangan Dipikir Presiden Nggak Berani

Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali menyatakan sikapnya masalah pemberatasan narkotika serta obat-obatan (Narkob). Waktu menghadiri Hari Lahir (Harlah) Gerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), di Masjid Al Akbar, Surabaya, Jumat (17/4) malam, Presiden menyatakan, bahwa Indonesia telah darurat narkoba, serta mesti kita perangi.

“Saya perlu menyampaikan di Indonesia sekarang ini mati karena narkoba sehari 5 orang. Kalau setahun 18 ribu. Ada 1,2 juta yang sudah tidak bisa direhabilitasi. Itu tinggal menunggu. 4,5 juta itu sudah direhabilitasi. Ini angka yang sangat besar sekali,” kata Preside Jokowi.

Masalah proses eksekusi mati tahap ke-2 terpidana narkoba yang belum juga dilaksanakan walau mereka saat ini telah dikumpulkan di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Nusa Kambangan, Presiden Jokowi menyampaikan, ada sistem hukum yang perlu dilewati dengan jeli. Dan itu yang mengambil keputusan yaitu Kejaksaan Agung.

“Saya sudah tidak ikut ikut. Wilayahnya ya disana. Wilayah saya hanya grasi ditolak Presiden, hanya itu,” jelas Jokowi.

Presiden Jokowi mengaku menerima banyak tekanan berkenaan proses eksekusi terpidana mati narkoba itu, terlebih dari internasioal, dari negara lain.

“Kiri atas bawah, ya betul memang, bener dan memang betul. Tiap hari saya ditelpon, benar. Saya ngomong apa adanya. Dari Kepala Negara, dari Presiden, dari Perdana Menteri, dari Raja yang warga negaranya ada di sini, yang akan dieksekusi. Surat dari Human Rights, dari Amnesti,” terang Jokowi.

Namun Kepala Negara menyatakan, ini yaitu kedaulatan negara kita. Ini yaitu kedaulatan hukum kita. “Selalu saya sampaikan kepada mereka kalau pas telpon. Tetapi saat ini ada prosesnya. Jangan dipikir presidennya nggak berani,” tutur Kepala Negara.

Peringatan Harlah PMII yang di gelar secara lesehan itu juga di hadiri oleh Menteri Agama Lukman Hakim Saifudin, Menpora Imam Nahrawi, Mensesneg Pratikno, serta Gubernur Jawa timur Soekarwo.

0 komentar