Perubahan Kurikulum Bikin Bingung
Perubahan kurikulum ternyata tak luput
dari perhatian psikolog anak Seto Mulyadi. Dikatakannya perubahan yang
terjadi dalam waktu singkat akan mendatangkan kebingungan baik bagi guru
dan siswa.
“Perubahan kurikulum ini harus dikaji kembali.
Jangan memaksa untuk kejar target tahun depan, dampaknya siswa dan guru
akan bingung. Kurikulum yang saat ini saja belum tuntas tiba-tiba ada
yang baru,” katanya dalam menghadiri Puncak Milad Setengah Abad Fakultas
Tarbiyah Unisba di Aula Unisba Jalan Tamansari, Jumat (21/12).Ia
menganjurkan agar perubahannya dilakukan bertahap. Apalagi jumlah
matapelajaran yang dibebankan di Indonesia lebih banyak sekitar 12
matapelajaran.“Berbeda dengan di negara-negara maju seperti di Jerman,
di sana siswa setingkat SD hanya belajar 5 matapelajaran saja. Nggak
usah terlalu banyak tapi bisa diterima secara menyenangkan dan mampu
menjawab tantangan pendidikan. Estetikanya, keindahan perilaku anak,
keindahan berbicara anak bisa terwujud,” ujarnya.
Yang paling penting, kata Seto perubahan kurikulum yang direncanakan
pemerintah tersebut adalah mempersiapkan tenaga gurunya. Dia
mengungkapkan perlu ada pelatihan khusus yang diperuntukkan bagi guru,
konsekuensinya harus ada dana khusus yang dialokasikan untuk kegiatan
tersebut.
“Pemerintah harus tegas, berdasarkan standar kompetensi lulusan untuk pelajaran matematika, kelas 1 SD baru bisa menghitung sampai 20. Jadi berhitung itu baru dimulai saat di SD.Kalau ada sekolah yang tetap melakukan tes saat penerimaan siswa baru pemerintah harus tegas memberikan sanksi,. Jadi lakukan dari awal dulu kebijakannya,” tandasnya.
Sementara itu Dekan Fakultas Tarbiyah Unisba H. Dedih Surana mengatakan berbagai sektor kehidupan seperti ekonomi,politik dan pendidikan mengalami kemajuan namun sayangnya disaat yang sama Indonesia mengalami krisis karakter bangsa, dekadensi moral dan akhlak.
“Perkelahian remaja, perilaku menyimpang sudah sangat marak. Main hakim sendiri dan hidup tidak mengindahkan aturan. Di kalangan terpelajar dan pejabat juga sering terjadi tawuran, plagiarisme, korupsi dll, kejujuran dan keteladanan jadi barang langka,” jelasnya.
“Pemerintah harus tegas, berdasarkan standar kompetensi lulusan untuk pelajaran matematika, kelas 1 SD baru bisa menghitung sampai 20. Jadi berhitung itu baru dimulai saat di SD.Kalau ada sekolah yang tetap melakukan tes saat penerimaan siswa baru pemerintah harus tegas memberikan sanksi,. Jadi lakukan dari awal dulu kebijakannya,” tandasnya.
Sementara itu Dekan Fakultas Tarbiyah Unisba H. Dedih Surana mengatakan berbagai sektor kehidupan seperti ekonomi,politik dan pendidikan mengalami kemajuan namun sayangnya disaat yang sama Indonesia mengalami krisis karakter bangsa, dekadensi moral dan akhlak.
“Perkelahian remaja, perilaku menyimpang sudah sangat marak. Main hakim sendiri dan hidup tidak mengindahkan aturan. Di kalangan terpelajar dan pejabat juga sering terjadi tawuran, plagiarisme, korupsi dll, kejujuran dan keteladanan jadi barang langka,” jelasnya.
0 komentar