Rapat Wakil Gubernur DKI Jakarta
Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dengan Dinas Pekerjaan Umum (PU) pada 8
November 2012, yang diunggah secara resmi oleh Pemprov DKI Jakarta di
Youtube pada hari yang sama, sampai tulisan ini dibuat (Minggu, 25
November 2012, pukul 22:20 WIB) telah dilihat sebanyak 1.316.070 kali.
Gebrakan Ahok demi transparansi
pemerintahan Jokowi-Ahok menuju Jakarta Baru itu benar-benar telah
mendapat respon sangat positif dari publik. Bukan hanya terbatas pada
warga DKI Jakarta saja, tetapi lintas batas Jakarta. Bahkan lintas batas
Indonesia. Alias mendapat perhatian pula dari media internasional.
Setidaknya gebrakan tersebut telah diliput oleh TV Al-Jazeera
(www.aljazeera.com) , pada Minggu, 25 November 2012 (hari ini).
Pada Senin, 20 November 2012, siang
(?), di Balaikota DKI Jakarta, seorang wartawan perempuan dari
Al-Jazeera (Step Vaessen) mencegat Ahok yang sedang berjalan menuju
ruang rapat, untuk keperluan wawancara. Tetapi, dengan halus Ahok
menolaknya, karena dia harus segera mulai memimpin rapat yang sudah
terlambat satu jam. Rapat itu, kata, Ahok, akan berlangsung sampai malam
hari. “(Nanti) makan pun sambil kerja,” kata Ahok sambil tertawa kecil.
Wartawan Al-Jazeera itu terlihat kecewa, bertanya dengan bahasa Indonesia-nya yang fasih, “Kalau nggak sekarang, kapan bisa wawancara Bapak?”
Ahok bertanya kepada seorang stafnya yang bernama Tony. Staf itu menjawab, kalau untuk shoot saja sebentar boleh. Ahok pun memutuskan, shoot sebentar saja boleh. Sedangkan pertanyaannya nanti.
Meskipun demikian wartawan itu
sempat mengajukan dua pertanyaan tentang tujuan mengunggah video
rapat-(rapat) itu di Youtube, dan mengenai ada orang yang marah, karena
tidak bisa terima dengan cara Ahok memimpin seperti itu.
Ahok menjawab, tentang pengunggahan
di Youtube itu, dilakukan sesuai dengan perintah Gubernur tentang
transparansi pemerintahan. “Kita ingin masyarakat bisa mengikuti semua.
Ini bukan uang kita, tetapi uang masyarakat. Oleh karena itu masyarakat
berhak untuk tahu, daripada hasil berupa tulisan. Nanti dibilang hanya
pencitraan. Dengan Youtube, masyarakat bisa melihat apa adanya.”
Sedangkan tentang adanya yang
marah, Ahok hanya tersenyum, menjawab singkat sambil berjalan menuju
ruang rapat, “Tidak juga … Mungkin saya terlalu bodoh, sampai tidak tahu
ada yang marah.”
Wawancara singkat dengan dua
pertanyaan tersebut tidak ditayangkan oleh Al-Jazeera secara utuh. Pada
tayangan tersebut Al-Jazeera melaporkan tentang gaya pemerintahan Wakil
Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama yang disebutkan berbeda dan
belum pernah ada di Indonesia (jadi, bukan hanya “belum pernah ada di
Jakarta”), untuk transparansi dalam menghadapi birokrat yang korup.
Pendapat Joko Anwar, seorang sutradara film, tentang gaya kepimpinan
Ahok itu, dan pernyataan Kepala Dinas PU, Ery (Ery Basworo), yang
menyangkal tentang adanya korupsi di dinas yang dipimpinnya itu.
Al-Jazeera kemudian menayangkan
cuplikan video di Youtube tentang rapat Ahok dengan Dinas PU DKI Jakarta
pada 8 November 2012 itu, pada bagian ketika Ahok meminta Dinas PU
untuk memilih salah satu dari dua pilihan: memotong anggaran yang telah
diajukan oleh Dinas PU itu sebesar 25 persen, ataukah dia membatalkan
semua proyek itu. Kemudian dengan dananya sendiri (pribadi) mengerjakan
proyek-proyek itu. Apabila, ternyata bisa (jauh) lebih murah, maka dia
akan melaporkan persoalan tersebut ke KPK, dan membongkar borok-borok
lama. Terdengar suara dalam bahasa Inggris yang menterjemahkan
pembicaraan Ahok tersebut.
Di sini, saya sertakan dua rekaman video.
Yang pertama, rekaman video dari
Youtube yang diunggah Pemprov DKI Jakarta ketika Ahok dicegat oleh Step
Vaessen dari TV Al-Jazeera, yang meminta Ahok untuk bersedia
diwawancara itu. Dari rekaman ini terlihat percakapan singkat antara
Ahok dengan wartawan tersebut sebagaimana saya tulis di atas.
Berikut video pertama yang dimaksud:
Yang kedua, adalah tayangan video berita tentang gaya kepimpinan Ahok itu di laman Al-Jazeera (www.aljazeera.com). Berikut video kedua yang dimaksud:
Dari kejadian ini sebenarnya, kita
bisa menilai bahwa memang pencitraan seperti yang dituduhkan oleh
segelintir orang itu kepada Ahok, sama sekali tidak terbukti. Apabila,
Ahok mengedepankan pencitraan, tentu dia akan dengan sennag hati
melayani permintaan wawancara Al-Jazeera tersebut.
Orang-orang yang menuduh pencitraan
kepada Ahok itu mungkin karena terlalu latah dengan tuduhan pencitraan
kepada pejabat-pejabat pemerintah Indonesia pada umumnya saat ini,
termasuk dan terutama kepada Presiden SBY. Atau, karena faktor cemburu
kepada Ahok, atau karena faktor terganggunya penghasilan pihaknya dari
hasil korupsi yang selama ini lancar-lancar saja. Dengan gaya memimpin
Ahok seperti ini, terhentilah.
Kita harus bisa membedakan mana
yang pencitraan semata, dan mana yang bukan. Pencitraan terjadi kalau
pejabat itu hanya pintar bicara, pintar pidato, terlihat seolah-olah
perduli kepada rakyat banyak, seperti berkunjung ke pemukiman kumuh,
tetapi itu hanya sesaat saja (terutama di waktu pemilu), kemudian, dalam
prakteknya, dalam proses pemerintahannya menjalankan jabatannya itu
semuanya merupakan kontradiksi. Antara gaya/perilaku/ucapannya dengan
prakteknya saling bertentangan.
Berbeda dengan pejabat yang tanpa
banyak bicara atau pidato dengan gebrakan-gebrakannya yang lain daripada
yang lain, transparan dalam arti yang sebenarnya, langsung pada
sasaran, bekerja dan bekerja demi kepentingan rakyat banyak. Konsisten
dan konsekuen, antara perkataan dengan praktek benar-benar sejalan.
Secara singkat, kita semua bisa merasakannya sendiri. Mana yang palsu
(hanya pencitraan), dan mana yang asli.
Untuk dapat mengubah birokrat yang telanjur terlalu lama rusak, diperlukan suatu shock therapy
dan cara yang keras dan tegas dengan tetap tidak meninggalkan sisi
manusiawinya. Pada konteks ini, itulah yang diterapkan Ahok.
Sutiyoso mengkritik gaya kepimpinan Ahok,
dengan mengatakan, seorang pimpinan tanpa anakbuah tidak akan bisa
berbuat apa-apa. Sehebat apapun dia. Seperti di dalam perang, seorang
panglima sehebat apapun dia, tidak ada artinya tanpa anakbuah. Oleh
karena itu jangan menyakiti mereka, jangan mempermalukan mereka.
Sebagai seorang Jenderal TNI, Sutiyoso
juga harus ingat bahwa di dalam militer, seorang panglima (apalagi
dalam perang) harus memimpin anakbuahnya dengan tingkat disiplin yang
tinggi, tegas dan keras. Bukan dengan lemah-lembut.
Sutiyoso juga harus bisa membedakan
antara mempermalukan dengan patut malu. Mempermalukan itu jika
pimpinannya dengan sengaja membuat malu anakbuahnya di depan umum,
dengan maksud untuk merusak mentalnya. Anak buah itu patut malu kalau
memang dia selama ini kinerjanya buruk, dengan bersikap tegas seperti
yang diperlihatkan Ahok di Youtube, seorang pimpinan yang baik itu
ingin “mencambuk” anak buahnya itu, agar merasa malu dengan kinerjanya
itu, kemudian termotivasi untuk bekerja dengan kinerja yang jauh lebih
baik lagi.
Sikap keras dan tegas bergaya bak seorang
auditor keuangan itu mungkin efeknya tidak akan seoptimal kalau hal itu
tidak dipertontonkan di Youtube, seperti sekarang ini. Dengan gebrakan
ini, Ahok ingin sekali semua anak buahnya terbakar semangatnya, merasa
tertantang untuk bersama-sama dengan Jokowi dan Ahok benar-benar
membangun Jakarta yang baru. Bukan sekadar slogan. Karena semua
gerak-gerik mereka di pemerintahan dipantai publik .***
source:http://sosok.kompasiana.com/2012/11/25/al-zajeera-pun-meliput-gebrakan-ahok-511754.html
0 komentar